Para jemaah mula memenuhi saf pertama saat muazzin melaungkan iqamah.Tika itu juga,seorang anak kecil terkocoh-kocoh berlari dengan kain telekung saiz dewasa dan berdiri di sebelah saya.6 tahun,saya fikir.Adik lelakinya yang saya kira mungkin 2 tahun lebih muda dari si kakak mengikut saja dari belakang.Sebenarnya sedari tadi lagi,anak-anak kecil itu menarik perhatian saya,saat saya mula menapak masuk ke dalam masjid bahagian muslimat di tingkat atas.Waktu itu,dia masih lagi memilih kain telekung yang tergantung di sebelah dinding kanan masjid sambil bercakap-cakap dengan adiknya.Butir bicaranya tidak begitu jelas di pendengaran saya.Saya sempat tunduk ke bawah,ingin juga melihat raut wajah anak kecil ini.Tanpa ibu atau orang yang lebih dewasa bersama,dia berani membawa adiknya naik dan solat di atas.Selesai solat dan sebelum imam mula membaca doa,anak kecil itu terus bangun untuk melakukan solat sunat Rawatib.Timbul perasaan kagum terhadap anak sekecil ini.Usai mengaminkan doa,saya mendekatinya.
"Can u speak Malay?"
Dia menggelang.
"Then,English?"
Menggeleng juga.
Saya mula mencari long term memory dalam kepala untuk saya retrive balik bahasa Arab yang saya pelajari waktu sekolah menengah dahulu.Mungkin kalau tanya dalam bahasa Arab,dia faham kot,saya bermonolog.Malangnya,satu perkataan Arab pun tidak muncul dalam kotak fikiran ini.
"Where are u come from?"
Dia tersenyum manis.Comel.
"From Palestine."
Saya terdiam.Anak kecil ini rupa-rupanya datang dari negara nun sana di mana tanahnya sedang bermandi darah ketika kita asyik bersenang-senang di sini.Keinginan untuk terus bertanya terbantut apabila dia mula bangun dan cepat2 menyidai kembali kain telekung besar itu di tempatnya.Dan saya dapat menangkap suara2 girang anak-anak kecil itu berlari di bawah.Mungkin mereka datang dengan si ayah kot.
Saya mula berfikir.Bagaimana dengan kanak-kanak seusianya yang masih lagi terkurung di dalam tembok batu besar buatan zionis laknatullah di bumi mereka sendiri?Andainya anak kecil itu juga berada bersama mereka di sana,mungkinkah akan ada senyuman yang terukir manis di pinggir bibirnya itu seperti yang saya lihat tadi?Mampukah dia berlari dengan segirang itu seperti yang saya dengar sebelumnya?Gambar- gambar kemusnahan di Palestin yang selalu menjadi bahan berita akhbar,laman sosial dan laman web sudah cukup untuk menjawab persoalan ini.Dan jawapannya adalah hanya kerutan yang timbul di dahi anak-anak yang tidak bersalah dan tidak mengerti apa-apa itu saat melihat asap berkepul-kepul memenuhi awan,tanah oren yang bermandi darah,dentuman peluru di sana sini dan sebagainya.
Banyak yang saya ingin bualkan bersama anak kecil itu sebenarnya.Harap dapat bertemu lagi dengan si manis itu esok,insyaAllah.
Ingin saya kongsi satu kisah anak-anak yang tidak mengerti apa-apa sanggup meredah duri bahaya semata-mata untuk bertemu dengan ayah mereka yang ditahan di penjara Israel.
"Can u speak Malay?"
Dia menggelang.
"Then,English?"
Menggeleng juga.
Saya mula mencari long term memory dalam kepala untuk saya retrive balik bahasa Arab yang saya pelajari waktu sekolah menengah dahulu.Mungkin kalau tanya dalam bahasa Arab,dia faham kot,saya bermonolog.Malangnya,satu perkataan Arab pun tidak muncul dalam kotak fikiran ini.
"Where are u come from?"
Dia tersenyum manis.Comel.
"From Palestine."
Saya terdiam.Anak kecil ini rupa-rupanya datang dari negara nun sana di mana tanahnya sedang bermandi darah ketika kita asyik bersenang-senang di sini.Keinginan untuk terus bertanya terbantut apabila dia mula bangun dan cepat2 menyidai kembali kain telekung besar itu di tempatnya.Dan saya dapat menangkap suara2 girang anak-anak kecil itu berlari di bawah.Mungkin mereka datang dengan si ayah kot.
Saya mula berfikir.Bagaimana dengan kanak-kanak seusianya yang masih lagi terkurung di dalam tembok batu besar buatan zionis laknatullah di bumi mereka sendiri?Andainya anak kecil itu juga berada bersama mereka di sana,mungkinkah akan ada senyuman yang terukir manis di pinggir bibirnya itu seperti yang saya lihat tadi?Mampukah dia berlari dengan segirang itu seperti yang saya dengar sebelumnya?Gambar- gambar kemusnahan di Palestin yang selalu menjadi bahan berita akhbar,laman sosial dan laman web sudah cukup untuk menjawab persoalan ini.Dan jawapannya adalah hanya kerutan yang timbul di dahi anak-anak yang tidak bersalah dan tidak mengerti apa-apa itu saat melihat asap berkepul-kepul memenuhi awan,tanah oren yang bermandi darah,dentuman peluru di sana sini dan sebagainya.
Banyak yang saya ingin bualkan bersama anak kecil itu sebenarnya.Harap dapat bertemu lagi dengan si manis itu esok,insyaAllah.
Ingin saya kongsi satu kisah anak-anak yang tidak mengerti apa-apa sanggup meredah duri bahaya semata-mata untuk bertemu dengan ayah mereka yang ditahan di penjara Israel.
Bertemu dengan Ayah sangat mahal dan berisiko bagi Anak-anak Palestina yang Ayahnya ditahan dipenjara Israel. Mendapat ijin hanya sekali setiap dua minggu.
Kisah yang menyentuh hati, mengingat penderitaan anak-anak kecil Palestina yang ingin bertemu, melihat dan mengharap belaian kasih sayang dari seorang Ayah, walau hanya dapat melihat dari balik kaca dan cuma dapat bersentuhan ujung jari.
Jinan adalah salah satu anak yang berumur 6 tahun yang saban Senin setiap dua pekan mengunjungi ayahnya Ali Nazal , dipenjara Chattah-Gilboa, Israel. Aktivitas mengunjungi sang ayah sudah dilakukan sejak dua tahun belakangan ini dan bisa jadi merupakan pembesuk paling muda.
Biasanya Jinan pergi sendiri, namun belakangan ia melawat sang ayah bersama kedua adiknya Dania (4) dan Nur (2), mereka bertiga bersiap sejak sebelum fajar. Salam Nazal sang ibu mendandani ketiga putrinya dan tidak ketinggalan bekal makan siang untuk ketiga putri nya tersebut.
Ketiga anak-anak Palestina tersebut tidak paham mengapa sang ayah mendekam dinegara Zionis tersebut, karena itu setiap akan menjenguk Ayahnya, sang kakak Jinan selalu bertanya kepada ibunya, ” Mami…mengapa ayah selalu tidur di Israel ? ” . Salam Nazal punya satu jawaban jitu yang cukup menghibur anak-anaknya, ” Karena disanalah tempat tidur untuk orang-orang Palestina terbaik, dan Ayahmu salah satu diantara mereka. “
Ali Nazal (35) sebelumnya hanya pedagang pakaian dipinngir jalan, meski baru akan diadili, ia sudah mendekam dipenjara Israel selama dua tahun. Ia terancam hukuman 10 tahun jika terbukti memiliki senjata dan menyembunyikan seorang buron. Dakwaan ini sebenarnya sama sekali tidak terbukti karena informasi yang diberikan informan Palestina salah.
Perjalanan dari rumah Jinan di kota Qalqilya, Tepi Barat ke penjara Chattah-Gilboa sebenarnya hanya membutuhkan waktu dua jam, namun karena kota-kota di Tepi Barat telah dikelilingi oleh tembok pemisah yang hanya mimiliki satu pintu keluar masuk, maka waktu perjalanan molor menjadi hingga lima jam.
Sang ibu, Salam Nazal tidak pernah dapat menemani anak-anaknya membesuk sang Ayah, karena ia masuk daftar pengawasan militer Israel tanpa sebab yang jelas. Walau khawatir melepas ketiga putrinya tersebut, namun ia tetap tabah melepas kepergian putrinya yang masih sangat kecil itu. ” Apa yang dapat saya lakukan ? hanya beginilah kesempatan anak-anak melihat ayah mereka, ” ujar Sang Ibu saat mengantar Jinan dan kedua adiknya menaiki bus yang disewa oleh Komite Palang Merah Internasional (ICRC), karena Israel menolak menyediakan transportasi bagi pembessuk, sehingga semua menjadi tanggungan ICRC dan setiap bulan menyediakan bus bagi 20 ribu warga Palestina yang ingin membesuk keluarganya sekaligus mengurus dokumen-dokumen yang diperlukan.
Meski hanya 45 menit, Jinan dan kedua adiknya Dania dan Nur tetap bersemangat dan bagi si bungsu Nur (2), ini kesempatan pertamnya bertemu sang Ayah karena saat Ali Nazal dipenjara, saat ini Nur masih berumur 6 bulan.
Dengan menggandeng tangan kedua adiknya, Jinan memasuki ruang tunggu. Bertemu dengan ayah mereka walau melalui telepon da terpisah kaca tebal. Lubang kecil yang ada membuat Ali Nazal hanya mampu menyentuh ujung jari ketiga putrinya bergantian.
Kasihan Mereka…Anak-Anak Yang Tidak Berdosa Harus Berjuang Dengan Resiko Hanya Untuk Mendapatkan Kasih Sayang Dari Ayahnya…
Ya… Allah… Tabahkan Dan Kuatkan Mereka…
No comments:
Post a Comment